Tangis Bu'e
Aku menandai, di
setiap Idul Fitri, tangis bu’e pasti akan pecah. Sesenggukan-nya membuat bulu
roma merinding. Di keluarga, memang tradisi sungkeman
telah menjadi budaya. Acapkali aku heran, ibu tak seharusnya menangis, yang
wajib sejatinya adalah saya, anak sulungnya. Tapi, itulah bu’e, nalar takkan
pernah bisa sampai melukiskan kasih sayangnya.
Bu’e, ternyata
Allah telah membuka-kan rahasiamu supaya aku bisa benar-benar mehamami kasih sayangmu dan berbirul walidain dengan sungguh-sungguh.
Aku ingat betul, berulangkali aku telah bersalah membuatmu tertunduk menangis
saat usia 14-16 tahun, saat dimana aku benar-benar labil.
Bu’e, aku tahu,
seringkali engkau katakan “ndak papa” kepadaku untuk hal-hal yang sejatinya
mungkin membuatmu tak berkenan, tapi engkau coba ikhlaskan demi kebahagiaan
anak sulungmu ini.
Bu’e sudah sejak
sekolah menengah kita tak lagi bisa bersua setiap hari di rumah bahkan sampai kini. Engkau relakan anakmu pergi meninggalkan
wajahmu yang menua di rumah, hanya demi anakmu ini. Aku tahu, hatimu barangkali
inginkan aku untuk tetap tinggal, tapi ikhlasmu mengalahkan engganmu.
Bu’e aku baru
sadar, jatah berbirul walidain ku semakin lama semakin sedikit, bahkan mungkin
nanti saat aku telah punya keluarga baru, aku barangkali harus lebih banyak mengurus
keluarga baruku. Aku tahu, engkau pasti akan senang bercampur sedih. Senang
karena aku bahagia dan sedih karena aku tak bisa membersamaimu di setiap waktu
senjamu.
Bu’e saat
kutanya apa yang menjadi impianmu, engkau katakan kebahagianku adalah
kebahagianmu. Buk, sungguh aku tak mampu mengalahkan kebaikanmu. Engkau yang telah
melahirkan, menyusui, membesarkan, menjagaku hingga akhirnya aku bisa berdiri
di kaki sendiri. Bu’e aku tahu, ada satu harapan yang sejatinya sudah engkau
inginkan dari tahun lalu. Maafkan aku karena sampai saat ini aku belum bisa
menjawabnya. Tapi bu’e aku minta doakan agar anakmu ini istiqomah, semoga Allah
segera akan mengabulkannya.
Bu’e, dalam
sepertiga malamku, tak henti-hentinya namamu kudoakan selalu, kuberdoa agar
Allah selalu senantiasa menjagamu. Bahkan saat menulis tulisan ini, aku tak
bisa menahan bulir-bulir air mengalir dari dua bola mata. Semoga Allah merahmati
kita semua bu’e. Maafkan aku yang belum bisa menjadi anak juara satu buatmu.
.
.
.
pict: ibuk via hipwee
Comments
Post a Comment