Kullu nafsin dzaaiqotul mauut



Telah berapa kali berita kematian datang tapi aku masih terpaku bodoh memohon kemasyhuran. Sudah  berapa kali hikayat kematian silih berganti berkabar tetapi hati tak mau juga tunduk pada pemilik kematian.

Mati adalah keniscayaan, hanya terjadi sekali dan tak bisa diulang. Ini perkara besar, jangan coba-coba melewati tanpa bekal yang signifikan kalau tidak mau sengsara berkepanjangan. Juli lalu lombok telah memberitakan kabar, 21 september kutemui pula keranda kematian dari salah seorang insan di bilangan  masjid pasar modern BSD, tak cukup itu 24 september dapat pula kabar dari seorang kawan yang meninggal karena tertabrak kereta yang sedang melintas di perlintasan kereta pasuruan. Ah, mau berlari kemanapun kau, semua tak terelakkan.

Setengah berbisik jiwa bertanya pada dunia yang hina, apa maumu? Ia seolah menjawab, peluk aku, lumuri diriku dengan jiwamu, mari bersenyawa, memadu rasa, mengalahkan apapun!

Terkekeh jiwa itu sembari menjawab  “omong kosong” kau katanya! Kau dan aku takkan pernah bisa bersatu, kecuali aku kalah, gertak jiwa. Kau adalah cermin kealpaanku, sedang aku ialah cermin kealpaanmu.

Carilah hatimu di tiga tempat. Temui hatimu sewaktu bangun membaca Quran, tetapi jika tidak kau temui, carilah hatimu ketika mengerjakan sholat. Jika tidak ketemu juga, carilah hatimu ketika duduk tafakur mengingati mati. Jika kau tidak temui juga, maka berdoalah kepada Allah, pintalah hati yang baru karena hakikatnya saat itu engkau tidak mempunyai hati. -Al-Ghazali.
Jadikanlah kemauan yang sungguh-sungguh itu menjadi mahkotanya ruh, kekalahan menjadi belenggunya nafsu dan mati menjadi pakaiannya badan, karena yang akan menjadi tempat diammu adalah kubur, dan ahli kubur setiap saat menunggu, bilakah engkau akan sampai kepada mereka. -Al-Ghazali.

picture: every soul will taste of death

Comments