Tentang Jodoh



Aku pulang ke rumah setelah perjalananku ke Melbourne, Jakarta, Solo, Jogja, dan Takengon usai. Butuh waktu tiga bulan untuk akhirnya bertemu ibu dan bapak kembali. Dalam satu diskusi  dengan mereka, aku mencoba berterus terang tentang hidupku di masa depan. Kucoba untuk membuka lembaran-lembaran pikiranku pada mereka. Aku juga mencoba menjelaskan mengenai bab-bab fundamental tentang kriteria belahan jiwaku termasuk fiqh pra-nikahnya pula. Walau kadangkala agak tersendat-sendat, ternyata masih ada yang terekam. Sepertinya jerih payah nyantri ngalong dulu selama di jogja tidak terlalu mengecewakan. ☺

Hampir satu jam lebih aku bicara. Sepertinya ini diskusi  paling serius. Ada beberapa pertanyaan dari mereka, ku jawab dengan sehalus mungkin dengan tetap memperhatikan rauh wajah mereka. Aku juga mengamini pendapat-pendapat yang mereka utarakan. Aku lega, diskusi selesai. Aku tinggalkan mereka dengan wajah mesam-mesem.

Aku sedang berharap. Aku punya feeling yang kuat padanya yang juga sedang berikhtiar. Dan sepertinya feeling seperti ini di puzzle hidupku yang lain sangat membantu.

Jika kau cari seorang lelaki sempurna (kaya, sholih, dan tampan), maka sedikitpun itu tak ada padaku. Namun, jika kau cari seorang lelaki yang mau berkomitmen, berikhtiar untuk jadi shalih, mau berjuang untuk mewujudkan mimpi-mimpi hidup berdua, mudah-mudahan aku termasuk lelaki itu. 

Comments