nge-KLIK


Bahan perbincangan di kalangan jomblo dimana-mana sama: hampir pasti seputar nikah! Membicarakannya seakan-akan hukumnya fardhu 'ain. Sebab ia seperti bon cabe dalam satu hidangan soto betawi. Ia akan menjadi satu keseruan bahkan pembelajaran bagi jomblo-jomblo lainnya. Kalo ada yang sedang berproses, pasti jomblo lainnya minta untuk diceritakan bagaimana proses itu sedang berjalan. Dan pastinya, jomblo lainnya tanpa diminta akan memberikan advices, walau kadang-kadang saran itu sangat teoritis. Maklum, lelaki itu memiliki sifat problem solving, ia akan bersikap sok tahu, memberikan saran-saran penyelesaian masalah walau ia tak menguasai masalah. Orang sering menyebut, eksistensi. Itu benar, lelaki memang pada dasarnya senang eksis. Eksis disini definisinya lebih pada bagaimana ia bisa memberikan peran terhadap suatu masalah atau hal yang sedang ia hadapi.

Aku tak tahu istilah nge-KLIK dalam urusan percintaan  itu pertama kali digunakan oleh siapa. Namun term tak baku ini penggunaannya telah merebak di seluruh penjuru kalangan jomblo di tanah air. Definisinya pun satu sama lain bisa berbeda. Ia cenderung relatif. Jika diibaratkan image, ia tampak seperti digital number yang skalanya berbeda-beda. Atau jika ia diibaratkan algoritma data, parameter IF, ELIF dan ELSE-nya pun juga tidak bisa di-objektifkan. Maka, fatwa hati-mu-lah satu-satunya petunjuk yang bisa mengarahkanmu pada definis KLIK.

Ilustrasinya seperti ini. Ada satu mobil second yang bagus, harganya pas, dan tarikannya masih garang. Lalu ada dua orang pembeli yang datang berniat untuk membelinya. Pembeli pertama berpendapat mobil itu bagus, sesuai ekspektasinya, dan ia berniat langsung berniat membelinya, cash and carry. Pembeli kedua berpendapat lain. Walau mobil itu bagus, ternyata ia tak menyukai dashboard dalam yang menurutnya sudah ketinggalan zaman dan ia pun berpikir seratus kali untuk membelinya. Dan sepertinya, padanan KLIK yang dimaksud bisa diidentikkan dengan ilustrasi tersebut. Jika boleh berpendapat, mungkin KLIK lebih dekat artinya dengan selera.

Seorang teman pernah bercerita seperti ini. 
IS: "Ries, aku sebenarnya sudah mau dijodohkan sama anaknya kawan ibu aku di kampung. 
Aku: Lha terus bang, mantap lah, kalo ibu abang sudah ncarikan, apalagi, bismillah, asal shalihah lanjut aja lah, timpalku. 
IS: Masalahnya, aku tak KLIK sama dia, malah ibuku yang KLIK. 
Aku: Lah...
Mungkin inilah yang menyebabkan urusan perjodohan itu tak segampang membalikkan telapak tangan. Ia butuh keikhlasan, ia butuh pengorbanan, ia butuh memfilter ego masing-masing. Dan yang paling penting menikah ialah bukan hanya mempersunting seorang ceciwi sebagai pendamping hidup, tapi ini juga tentang pengalihan tanggung jawab dari seorang ayah ke suami. Seorang suami punya tanggung jawab bukan hanya pada masalah finansial, nafkah, mendidik anak, mendidik istri, tapi ia juga punya tanggung jawab lainnya tentang keselamatan keluarganya di akhirat kelak.
Maka secara tidak langsung pada hakikatnya, ijab pernikahan itu juga bermakna: "aku tanggung dosa-dosanya si fulana dari ayah dan ibunya, dosa apa saja yg telah dia lakukan, dari tidak menutup aurat hingga ia meninggalkan sholat. Semua yg berhubungan dengan si fulana, aku tanggung dan bukan lagi orang tuanya yang menanggung, serta akan aku tanggung semua dosa calon anak-anakku"
 Itulah yang mungkin juga menjadi dasar Arsy Allah  berguncang tersebab beratnya perjanjian yang dibuat oleh suami  di depan Allah dengan disaksikan para malaikat dan manusia.

Tapi, jangan sedih ya mblo, nikah itu ibadah paling enakkk. KATANYA!!


Comments